NAMA : MUTIARA PUTRI ARINA
KELAS : 2EA11
NPM : 15212187
Latar
Belakang Koperasi ada di Indonesia
Dalam latar belakang terbentuknya koperasi, ada beberapa hal yang
mendasari. Berikut adalah sedikit latar belakang terbentuknya koperasi di di
Indonesia. Menurut seorang ahli bernama Sukoco dalam bukunya “Seratus Tahun Koperasi
di Indonesia”, badan hukum koperasi pertama di Indonesia adalah sebuah koperasi
di Luewiliang, yang didirikan pada tanggal 16 Desember 1895.
Pada masa penjajahan bangsa Indonesia diberlakukan sebuah sistem bernama “Culturstelsel”
yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat di Indonesia, terutama para petani
dan golongan bawah. Peristiwa tersebut menimbulkan gagasan dari seorang Patih
Purwokerto bernama Raden Ngabei Ariawiriaatmadja bersama kawan – kawan untuk
menolong sesama yaitu para pegawai negeri pribumi dan mengatasi kemiskinan
yaitu dengan mendirikan Bank Simpan Pinjam, semacam Bank Tabungan yang dalam
istilah UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok – Pokok Perbankan, diberi nama “De Poerwokertosche
Hulp – en Spaarbank der Inlandsche Hoofden”. Dalam bahasa Indonesia, artinya
kurang lebih sama dengan Bank Simpan Pinjam para “priyai” Purwokerto. Gerakan
Patih Ariawiriaatmadja ini mendapat dukungan penuh oleh Asisten Residen
Purwokerto E. Sieburg, atasan sang Patih.
Tidak lama kemudian, E. Sierburg diganti oleh WPD de Wolf van Westerode
yang baru datang dari Negara Belanda, dan ingin mewujudkan cita – citanya untuk
menyediakan kredit bagi petani melalui konsep koperasi Raiffeisen. Akibat perluasan
lingkup dan jangkauan “De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche
Hoofden” maka pada tahun 1896 berdirilah “De Poerwokertosche Hulp, Spaar en
Landbouw Creditbank” atau Bank Simpan Pinjam dan Kredit Pertanian Purwokerto.
Sedangkan pada tahun 1908 lahir perkumpulan Budi utomo yang dalam
programnya memanfaatkan sector perkoperasian untuk mensejahterakan rakyat
miskin dimulai dengan koperasi industri kecil dan kerajinan.
Kemudian tahun 1915 lahir UU Koperasi yang pertama “Verordening op de
Cooperative Vereeniging” dengan Koinklijk Besluit 7 April 1915 Indisch
Staatsblad No. 431 yang bunyinya sama dengan UU Koperasi di Negara Belanda
(tahun 1876 No. 277) yang kemudian diubah tahun 1925.
Pada tahun 1960, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 140
tentang penyaluran bahan pokok dan menugaskan koperasi sebagai pelaksananya.
Kemudian pada tahun 1961, diselenggarakan Musyawarah Naional Koperasi I
(Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan
Ekonomi Terpimpin.
Pada tahun 1965, pemerintah mengeluarkan UU No. 14, dimana prinsip NASAKOM
diterapkan pada koperasi.
Kemudian pada tahun 1992, UU No. 12 tahun 1967 tersebut disempurnakan dan
diganti menjadi UU No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pemerintah juga
mengeluarkan PP No. 9 tahun 1995 tentang Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh
Koperasi. Peraturan pemerintah tersebut juga sekaligus memperjelas kedudukan
koperasi dalam usaha jasa keuangan, yang membedakan koperasi yang bergerak di
sector moneter dan sector riil.
Perlunya Koperasi berdiri di Indonesia adalah untuk membantu perekonomian
rakyat agar lebih sejahtera lagi. Adanya simpan dan pinjam di Koperasi dapat
dijadikan sebagai salah satu bantuan untuk rakyat menyalurkan dan membantu
sesama untuk membuka atau meningkatkan usaha kecil mereka.
Peranan Penting Koperasi di Indonesia
Peran koperasi dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat
dari:
(1) Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai
sektor,
(2) Penyedia lapangan kerja yang terbesar,
(3) Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan
pemberdayaan masyarakat,
(4) Pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta
(5) Sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.
Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat strategis dalam
perekonomian nasional, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan ekonomi
nasional pada masa mendatang.
Pemberdayaan koperasi secara tersktuktur dan berkelanjutan diharapkan akan
mampu menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan
ekonomi nasional, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan tingkat
kemiskinan, mendinamisasi sektor riil, dan memperbaiki pemerataan pendapatan
masyarakat. Pemberdayaan koperasi juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di
bidang pendidikan, kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia
lainnya.
Sulit mewujudkan keamanan yang sejati, jika masyarakat hidup dalam
kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi. Sulit mewujudkan demokrasi
yang sejati, jika terjadi ketimpangan ekonomi di masyarakat, serta sulit
mewujudkan keadilan hukum jika ketimpangan penguasaan sumberdaya produktif
masih sangat nyata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peran koperasi antara
lain :
- Membangun
dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khusunya dan masyarakat
pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
- Berperan
serta aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan
masyarakat.
- Memperkokoh
perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian
nasional.
- Berusaha
untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan
usaha bersama atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Pada masa ini pembangunan koperasi kurang mendapat perhatian karena
koperasi kurang memperlihatkan kinerja dan citra yang lebih baik dari
masa sebelumnya.Keadaan ini merupakan salah satu bukti bahwa komitmen
pemerintah masih kurang dalam pembangunan koperasi. Pembangunan adalah suatu
proses yang harus berkelanjutan dan tersistem. Pertanyaan berikutnya bagaimana
prospek koperasi pada masa datang.Jawabannya adalah sangat
prospektif jika koperasi yang mempunyai jatidiri . Koperasi yang
mempraktekkan prinsip-prinsip koperasi dalam organisasi dan
usahanya. Koperasi sebagai badan usaha, organisasi dan kegiatan usahanya
harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip koperasi.
Karena prinsip koperasi merupakan garis-garis penuntun yang digunakan
oleh koperasi untuk melaksanakan nilai-nilai dalam praktek seperti
(1) Keanggotaan yang bersifat sukarela dan terbuka,
(2) Pengendalian oleh anggota secara demokratis,
(3) Partisipasi anggota dalam ekonomi,
(4) Pengembangan pendidikan,pelatihan dan informasi ,
(5) kerjasama diantara koperasi dan
(6) Kebebasan dan otonomi
Jika Koperasi mampu mengimplementasikan jati dirinya, koperasi akan
mandiri, mampu bersaing dengan kekuatan ekonomi lainnya ,mampu memproduksi produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar
di dalam dan luar negeri. Dilihat dari dasar hukum yang tertuang dalam
Undang-Undang 1945, Koperasi memperoleh hak untuk hidup dan perkembangan di
Indonesia. Koperasi yang sudah dibangun selama ini juga jumlahnya sudah cukup
besar. Jumlah ini merupakan aset yang harus dipelihara dan diberdayakan agar
dapat berkembang membantu pemerintah untuk memerangi kemiskinan dan menyediakan
lapangan kerja. Jika sekarang masih banyak koperasi yang tumbuh belum
mampu mencapai tujuan bersama anggotanya,mereka harus diberdayakan melalui
pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk meningkatkan kemampuan
memahami jati diri dan menerapkannya. Disinilah peranan pihak ketiga
termasuk pemerintah untuk dapat membangun mereka mencapai tujuannya
baik sebagai mediator,fasilitator maupun sebagai kordinator.
Dengan demikian pembangunan koperasi perlu diteruskan, karena pembangunan
adalah proses, memerlukan waktu dan ketekunan serta konsistensi dalam
pelaksanaan,berkesinambungan untuk mengatasi semua masalah yang muncul seperti
masalah kemiskinan , jumlah pengangguran. yang semakin banyak.
Perkembangan koperasi secara nasional di masa datang diperkirakan
menunjukkan peningkatan yang signifikan namun masih lemah secara kualitas.
Untuk itu diperlukan komiten yang kuat untuk membangun koperasi yang mampu
menolong dirinya sendiri sesuai dengan jatidiri koperasi. Hanya koperasi yang
berkembang melalui praktek melaksanakan nilai koperasi yang akan mampu bertahan
dan mampu memberikan manfaat bagi anggotanya. Prospek koperasi pada masa datang
dapat dilihat dari banyaknya jumlah koperasi, jumlah anggota dan
jumlah manajer, jumlah modal,volume usaha dan besarnya SHU yang telah dihimpun
koperasi, sangat prosfektif untuk dikembangkan. Model
pengembangan koperasi pada masa datang yang ditawarkan adalah mengadobsi
koperasi yang berhasil seperti Koperasi Kredit, Koperasi simpan pinjam dan
lainnya dan Model Pengembangan Pemecahan Masalah sesuai dengan kondisi
koperasi seperti penataan kelembagaan koperasi yang tidak aktif dan
koperasi aktif tidak melaksanakan RAT. Untuk memberdayakan koperasi baik yang
sudah berjalan dan tidak aktif perlu dibangun sistem pendidikan
yang terorgniser dan harus dilaksanakan secara konsesten untuk
mengembangkan organisasi, usaha dan mampu bersaing dengan pelaku usaha
lainnya.Inilah salah satu nilai koperasi yang tidak ada pada organisasi lain
yang perlu terus dilaksanakan dan dikembangkan.
Karena pembangunan koperasi adalah proses memerlukan waktu panjang,
konsestensi, komitmen dan kesabaran yang cukup tinggi. Koperasi tidak
bisa dibangun dalam waktu singkat dan parsial.
Sumber :
http://herdy92.wordpress.com/2013/01/26/peranan-koperasi-dalam-perekonomian-indonesia/
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA TENTANG KOPERASI
NOMOR 25 TAHUN 1992
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.Bahwa
Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha
berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur
berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian
nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi;
b. Bahwa Koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan
mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru
perekonomian nasional;
c. Bahwa pembangunan Koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan
seluruh rakyat;
d. Bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan dengan
perkembangan keadaan, perlu mengatur kembali ketentuan tentang perkoperasian
dalam suatu Undang-undang sebagai pengganti Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967
tentang Pokok-Pokok Perkoperasian.
Sumber : http://www.koperasindo.net/2008/10/koperasi-undang-undang-koperasi.html
BAPAK KOPERASI INDONESIA
Proklamator, kelahiran Bukittinggi, 12 Agustus
1902, ini diberi kehormatan sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Pikiran-pikiran
Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul
Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).
Mohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus
1902 di Bukittinggi. Di kota kecil yang indah inilah Proklamator, Wakil
Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1956)
Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad
Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta
memiliki enam saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya.
Sejak duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada pergerakan. Sejak
tahun 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong
Sumatranen Bond, Jong Minahasa dan Jong Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong
Sumatranen Bond.
Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari pentingnya arti keuangan
bagi hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik dari iuran anggota
maupun dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para anggotanya mempunyai
rasa tanggung jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan disiplin selanjutnya
menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta.
Studi di Negeri Belanda
Pada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar pada Handels
Hoge School di Rotterdam. Ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging.
Tahun 1922, perkumpulan ini berganti nama menjadi Indonesische Vereniging.
Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu kemudian berganti nama
lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Hatta juga mengusahakan agar majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit secara
teratur sebagai dasar pengikat antaranggota. Pada tahun 1924 majalah ini
berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923.
Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi pada akhir
tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu
dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara dan hukum administratif. Hatta pun
memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya yang besar di bidang politik.
Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI
pada tanggal 17 Januari 1926. Pada kesempatan itu, ia mengucapkan pidato
inaugurasi yang berjudul "Economische Wereldbouw en
Machtstegenstellingen"--Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan.
Dia mencoba menganalisis struktur ekonomi dunia dan berdasarkan itu, menunjuk
landasan kebijaksanaan non-kooperatif.
Sejak tahun 1926 sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua PI. Di
bawah kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa menjadi
organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia.
Sehingga akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(Ketua Umum DPP PPP (1989-1994)
PPPI) PI sebagai pos depan dari pergerakan nasional yang berada di Eropa.
PI melakukan propaganda aktif di luar negeri Belanda. Hampir setiap kongres
intemasional di Eropa dimasukinya, dan menerima perkumpulan ini. Selama itu,
hampir selalu Hatta sendiri yang memimpin delegasi.
Pada tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama "Indonesia", Hatta
memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di
Bierville, Prancis. Tanpa banyak oposisi, "Indonesia" secara resmi
diakui oleh kongres. Nama "Indonesia" untuk menyebutkan wilayah
Hindia Belanda ketika itu telah benar-benar dikenal kalangan
organisasi-organisasi internasional.
Hatta dan pergerakan nasional Indonesia mendapat pengalaman penting di Liga
Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, suatu kongres internasional
yang diadakan di Brussels tanggal 10-15 Pebruari 1927. Di kongres ini Hatta
berkenalan dengan pemimpin-pemimpin pergerakan buruh seperti G. Ledebour dan
Edo Fimmen, serta tokoh-tokoh yang kemudian menjadi negarawan-negarawan di Asia
dan Afrika seperti Jawaharlal Nehru (India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan
Senghor (Afrika). Persahabatan pribadinya dengan Nehru mulai dirintis sejak
saat itu.
Pada tahun 1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk memberikan ceramah
bagi "Liga Lihat Daftar Tokoh Perempuan
wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan" di Gland, Swiss.
Judul ceramah Hatta L 'Indonesie et son Probleme de I' Independence (Indonesia
dan Persoalan Kemerdekaan).
Bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid
Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. Pada tanggal 22
Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya dari segala
tuduhan. Dalam sidang yang bersejarah itu, Hatta mengemukakan pidato pembelaan
yang mengagumkan, yang kemudian diterbitkan sebagai brosur dengan nama
"Indonesia Vrij", dan kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia sebagai buku dengan judul Indonesia Merdeka.
Antara tahun 1930-1931, Hatta memusatkan diri kepada studinya serta penulisan
karangan untuk majalah Daulat Ra'jat dan kadang-kadang De Socialist. Ia
merencanakan untuk mengakhiri studinya pada pertengahan tahun 1932.
Kembali ke Tanah Air
Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda
dan sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933,
kesibukan utama Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk
Daulat Ra'jat dan melakukan berbagai kegiatan politik, terutama pendidikan
kader-kader politik pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Prinsip
non-kooperasi selalu ditekankan kepada kader-kadernya.
Reaksi Hatta yang keras terhadap sikap
Soekarno sehubungan dengan penahannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang
berakhir dengan pembuangan Soekarno ke Ende, Flores, terlihat pada
tulisan-tulisannya di Daulat Ra'jat, yang berjudul "Soekarno Ditahan"
(10 Agustus 1933), "Tragedi Soekarno" (30 Nopember 1933), dan
"Sikap Pemimpin" (10 Desember 1933).
Pada bulan Pebruari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah Kolonial
Belanda mengalihkan perhatiannya kepada Partai Pendidikan Nasional Indonesia.
Para pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan kemudian dibuang
ke Boven Digoel. Seluruhnya berjumlah tujuh orang. Dari kantor Jakarta adalah
Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Bondan. Dari kantor Bandung: Maskun
Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan Murwoto. Sebelum ke Digoel, mereka
dipenjara selama hampir setahun di penjara Glodok dan Cipinang, Jakarta. Di
penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul "Krisis Ekonomi dan
Kapitalisme".
Masa Pembuangan
Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya tiba di Tanah Merah,
Boven Digoel (Papua). Kepala pemerintahan di sana, Kapten van Langen,
menawarkan dua pilihan: bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen
sehari dengan harapan nanti akan dikirim pulang ke daerah asal, atau menjadi
buangan dengan menerima bahan makanan in natura, dengan tiada harapan akan
dipulangkan ke daerah asal. Hatta menjawab, bila dia mau bekerja untuk
pemerintah kolonial waktu dia masih di Jakarta, pasti telah menjadi orang besar
dengan gaji besar pula. Maka tak perlulah dia ke Tanah Merah untuk menjadi kuli
dengan gaji 40 sen sehari.
Dalam pembuangan, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat
kabar Pemandangan. Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di Tanah Merah dan dia
dapat pula membantu kawan-kawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh
buku-bukunya yang khusus dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti. Dengan demikian,
Hatta mempunyai cukup banyak bahan untuk memberikan pelajaran kepada
kawan-kawannya di pembuangan mengenai ilmu ekonomi, sejarah, dan filsafat.
Kumpulan bahan-bahan pelajaran itu di kemudian hari dibukukan dengan judul-judul
antara lain, "Pengantar ke Jalan llmu dan Pengetahuan" dan "Alam
Pikiran Yunani." (empat jilid).
Pada bulan Desember 1935, Kapten Wiarda, pengganti van Langen, memberitahukan
bahwa tempat pembuangan Hatta dan Sjahrir dipindah ke Bandaneira. Pada Januari
1936 keduanya berangkat ke Bandaneira. Mereka bertemu Dr. Tjipto Mangunkusumo
dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Di Bandaneira, Hatta dan Sjahrir dapat bergaul
bebas dengan penduduk setempat dan memberi pelajaran kepada anak-anak setempat
dalam bidang sejarah, tatabuku, politik, dan lain-Iain.
Pendudukan Jepang
Pada tanggal 3 Pebruari 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Sukabumi. Pada
tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan
pada tanggal 22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.
Pada masa pendudukan Jepang, Hatta diminta untuk bekerja sama sebagai
penasehat. Hatta mengatakan tentang cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka,
dan dia bertanya, apakah Jepang akan menjajah Indonesia? Kepala pemerintahan
harian sementara, Mayor Jenderal Harada. menjawab bahwa Jepang tidak akan
menjajah. Namun Hatta mengetahui, bahwa Kemerdekaan Indonesia dalam pemahaman
Jepang berbeda dengan pengertiannya sendiri. Pengakuan Indonesia Merdeka oleh
Jepang perlu bagi Hatta sebagai senjata terhadap Sekutu kelak. Bila Jepang yang
fasis itu mau mengakui, apakah sekutu yang demokratis tidak akan mau? Karena
itulah maka Jepang selalu didesaknya untuk memberi pengakuan tersebut, yang
baru diperoleh pada bulan September 1944.
Selama masa pendudukan Jepang, Hatta tidak banyak bicara. Namun pidato yang
diucapkan di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Merdeka) pada tanggaI 8 Desember
1942 menggemparkan banyak kalangan. Ia mengatakan, "Indonesia terlepas
dari penjajahan imperialisme Belanda. Dan oleh karena itu ia tak ingin menjadi
jajahan kembali. Tua dan muda merasakan ini setajam-tajamnya. Bagi pemuda
Indonesia, ia Iebih suka melihat Indonesia tenggelam ke dalam lautan daripada
mempunyainya sebagai jajahan orang kembali."
Proklamasi
Pada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan
Soekamo Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil
daerah di seluruh Indonesia, sembilan dari Pulau Jawa dan dua belas orang dari
luar Pulau Jawa.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda (JI Ulama, Pejuang
perang paderi Imam Bonjol, sekarang), yang berakhir pada pukul 03.00 pagi
keesokan harinya. Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu Soekamo,
Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik memisahkan diri ke suatu ruangan
untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno meminta Hatta menyusun teks
proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar Soekarno yang menuliskan
kata-kata yang didiktekannya. Setelah pekerjaan itu selesai. mereka membawanya
ke ruang tengah, tempat para anggota lainnya menanti.
Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut ditandatangi oleh dua
orang saja, Soekarno dan Mohammad Hatta. Semua yang hadir menyambut dengan
bertepuk tangan riuh.
Tangal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan
Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepat pada jam 10.00 pagi di Jalan
Pengangsaan Timur 56 Jakarta.
Tanggal 18 Agustus 1945, Ir Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik
Indonesia dan Drs. Mohammad Hatta diangkat menjadi Wakil Presiden Republik
Indonesia. Soekardjo Wijopranoto mengemukakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden
harus merupakan satu dwitunggal.
Mempertahankan Kemerdekaan
Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari usaha Pemerintah Belanda
yang ingin menjajah kembali. Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta
ke Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda menghasilkan Perjanjian
Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan
akibat kecurangan pihak Belanda.
Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947 Bung Hatta pergi ke India menemui
Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan menyamar sebagai kopilot bernama
Abdullah (Pilot pesawat adalah Biju Patnaik yang kemudian menjadi Menteri Baja
India di masa Pemerintah Perdana Menteri Morarji Desai). Nehru berjanji, India
dapat membantu Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda
dihukum.
Kesukaran dan ancaman yang dihadapi silih
berganti. September 1948 PKI melakukan pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda
kembali melancarkan agresi kedua. Presiden dan Wapres ditawan dan diasingkan ke
Bangka. Namun perjuangan Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan
terus berkobar di mana-mana. Panglima Besar Soediman melanjutkan memimpin
perjuangan bersenjata.
Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag,
Bung Hatta yang mengetuai Delegasi Indonesia dalam Konperensi Meja Bundar untuk
menerima pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana.
Bung Hatta juga menjadi Perdana Menteri Negara
Republik Indonesia Serikat berdiri. Selanjutnya setelah RIS menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Bung Hatta kembali menjadi Wakil Presiden.
Bapak koperasi
Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan
ceramah-ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis
berbagai karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan Proklamator, Wakil
Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1956)
koperasi. Dia juga aktif membimbing gerakan koperasi untuk melaksanakan
cita-cita dalam konsepsi ekonominya. Tanggal 12 Juli 1951, Bung Hatta
mengucapkan pidato radio untuk menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena
besamya aktivitas Bung Hatta dalam gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli
1953 dia diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi
Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain
dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi
Membangun (1971).
Pada tahun 1955, Bung Hatta mengumumkan bahwa
apabila parlemen dan konsituante pilihan rakyat sudah terbentuk, ia akan
mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Niatnya untuk mengundurkan diri itu
diberitahukannya melalui sepucuk surat kepada ketua Perlemen, Mr. Sartono.
Tembusan surat dikirimkan kepada Presiden Soekarno. Setelah Konstituante dibuka
secara resmi oleh Presiden, Wakil Presiden Hatta mengemukakan kepada Ketua
Parlemen bahwa pada tanggal l Desember 1956 ia akan meletakkan jabatannya
sebagai Wakil Presiden RI. Presiden Soekarno berusaha mencegahnya, tetapi Bung
Hatta tetap pada pendiriannya.
Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh
gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari
Universitas Gajah Mada di Yoyakarta. Pada kesempatan itu, Bung Hatta
mengucapkan pidato pengukuhan yang berjudul "Lampau dan Datang".
Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai
Wakil Presiden RI, beberapa gelar akademis juga diperolehnya dari berbagai
perguruan tinggi. Universitas Padjadjaran di Bandung mengukuhkan Bung Hatta
sebagai guru besar dalam ilmu politik perekonomian. Universitas Hasanuddin di
Ujung Pandang memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Ekonomi.
Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa di bidang ilmu
hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul "Menuju Negara Hukum".
Pada tahun 1960 Bung Hatta menulis
"Demokrasi Kita" dalam majalah Pandji Masyarakat. Sebuah tulisan yang
terkenal karena menonjolkan pandangan dan pikiran Bung Hatta mengenai
perkembangan demokrasi di Indonesia waktu itu.
Dalam masa pemerintahan Orde Baru, Bung Hatta lebih merupakan negarawan sesepuh
bagi bangsanya daripada seorang politikus.
Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal l8 Nopember 1945 di desa
Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia
Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah
menikah. Yang pertama dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs.
Mohammad Chalil Baridjambek. Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya,
yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar Baridjambek.
Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto menyampaikan kepada Bung Hatta
anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi "Bintang Republik
Indonesia Kelas I" pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara.